Jangan Lupa FOLLOW Blog ini Ya.....

MaKALAH RPP

BAB I

PENDAHULUAN

Kehidupan dan peradaban manusia pada saat ini mengalami banyak berubahan. Dalam merespon fenomena itu, manusia berpacu mengembangkan pendidikan baik di bidang ilmu-ilmu sosial, ilmu alam, ilmu pasti maupun ilmu terapan. Namun bersamaan dengan itu muncull sejumlah krisis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, misalnya krisis politik, ekonomi, sosial, hukum, etnis, agama, golongan dan ras. Akibatnya peranan serta efektivitas pendidikan Aqidah Akhlak sebagai landasan bagi pengembangan spiritual terhadap kesejahteraan masyarakat kurang diperhatikan. Dengan demikian asumsi jika pendidikan Aqidah Akhlak yang dijadikan landasan pengembangan nilai spiritual dilakukan dengan baik, maka kehidupan masyarakat akan lebih baik.

Pendidikan Aqidah Akhlak adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan umat Islam untuk mengenal, memahami, menghayatii dan mengimani Allah SWT dan meralisasikannya dalam perilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan al-Qur an dan Hadits melalui berbagai kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman. Dibarengi tuntutan untuk menghormati penganut agama lain dan hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.

Dalam mengajarkan Aqidah Akhlak guru harus meningkatkan kopetensinya terutama dalam pengelolaan pembelajaran. Banyakhal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran oleh guru, yaitu tugas perkembangan siswa, pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), termasuk di dalamnya materi dan methode pembelajaran yang di sesuaikan dengan situasi dan kondisi siswa. Dalam makalah ini akan di bahas masalah perkembangan siswa, pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), termasuk di dalamnya materi dan methode pembelajaran yang di sesuaikan dengan situasi dan kondisi siswa khususnya dalam mengajarkan aqidah materi Aliran-Aliran Ilmu Kalam (Jabariyah, Mu'tazilah dan Asariyah).

BAB II

PEMBAHASAN

1. Usia Kelas XI

Jika di hitung ata-rata usia kelas XI berada antara 16-17 tahun, Rentang usia ini dalam psikologi perkembangan berada pada masa remaja. Menurut Hurlock remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun.[1] Monks, dkk memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun.[2] Menurut Stanley Hall usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun.[3] Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan remaja yang diperpendek.

2. Remaja

Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity.[4] Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang remaja, seperti DeBrun mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Papalia dan Olds tidak memberikan pengertian remaja (adolescent) secara eksplisit melainkan secara implisit melalui pengertian masa remaja (adolescence).[5]

Menurut Papalia dan Olds, masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.[6]

Menurut Adams & Gullota, masa remaja meliputi usia antara 11 hingga 20 tahun.[7] Sedangkan Hurlock membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa.[8]

Papalia & Olds berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa antara kanak-kanak dan dewasa.[9] Sedangkan Anna Freud berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.[10]

Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai. Bagian dari masa kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak.[11]

Yang dimaksud dengan perkembangan adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan.[12] Perubahan itu dapat terjadi secara kuantitatif, misalnya pertambahan tinggi atau berat tubuh; dan kualitatif, misalnya perubahan cara berpikir secara konkret menjadi abstrak. Perkembangan dalam kehidupan manusia terjadi pada aspek-aspek yang berbeda. Ada tiga aspek perkembangan yang dikemukakan Papalia dan Olds, yaitu: (1) perkembangan fisik, (2) perkembangan kognitif, dan (3) perkembangan kepribadian dan sosial.[13]

2.1. Aspek-Aspek Perkembangan Pada Masa Remaja

2.1.1. Perkembangan fisik

Yang dimaksud dengan perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik

Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak yang cirinya adalah pertumbuhan menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan. Perubahan fisik otak sehingga strukturnya semakin sempurna meningkatkan kemampuan kognitif.[14]

2.1.2. Perkembangan Kognitif

Menurut Piaget, seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja sudah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide tersebut. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru.[15]

Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa. Piaget mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak. Piaget menyebut tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal (dalam Papalia & Olds, 2001).

Tahap formal operations adalah suatu tahap dimana seseorang sudah mampu berpikir secara abstrak. Seorang remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang benar-benar terjadi. Dengan mencapai tahap operasi formal remaja dapat berpikir dengan fleksibel dan kompleks. Seorang remaja mampu menemukan alternatif jawaban atau penjelasan tentang suatu hal. Berbeda dengan seorang anak yang baru mencapai tahap operasi konkret yang hanya mampu memikirkan satu penjelasan untuk suatu hal. Hal ini memungkinkan remaja berpikir secara hipotetis. Remaja sudah mampu memikirkan suatu situasi yang masih berupa rencana atau suatu bayangan.[16] Remaja dapat memahami bahwa tindakan yang dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada masa yang akan datang. Dengan demikian, seorang remaja mampu memperkirakan konsekuensi dari tindakannya, termasuk adanya kemungkinan yang dapat membahayakan dirinya.

Pada tahap ini, remaja juga sudah mulai mampu berspekulasi tentang sesuatu, dimana mereka sudah mulai membayangkan sesuatu yang diinginkan di masa depan. Perkembangan kognitif yang terjadi pada remaja juga dapat dilihat dari kemampuan seorang remaja untuk berpikir lebih logis. Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana mereka mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan.[17]

Salah satu bagian perkembangan kognitif masa kanak-kanak yang belum sepenuhnya ditinggalkan oleh remaja adalah kecenderungan cara berpikir egosentrisme. Yang dimaksud dengan egosentrisme di sini adalah “ketidakmampuan melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain”. Elkind mengungkapkan salah satu bentuk cara berpikir egosentrisme yang dikenal dengan istilah personal fabel.[18]

Personal fabel adalah "suatu cerita yang kita katakan pada diri kita sendiri mengenai diri kita sendiri, tetapi [cerita] itu tidaklah benar" . Kata fabel berarti cerita rekaan yang tidak berdasarkan fakta, biasanya dengan tokoh-tokoh hewan. Personal fabel biasanya berisi keyakinan bahwa diri seseorang adalah unik dan memiliki karakteristik khusus yang hebat, yang diyakini benar adanya tanpa menyadari sudut pandang orang lain dan fakta sebenarnya. Papalia dan Olds dengan mengutip Elkind menjelaskan “personal fable” sebagai berikut :

“Personal fable adalah keyakinan remaja bahwa diri mereka unik dan tidak terpengaruh oleh hukum alam. Belief egosentrik ini mendorong perilaku merusak diri [self-destructive] oleh remaja yang berpikir bahwa diri mereka secara magis terlindung dari bahaya. Misalnya seorang remaja putri berpikir bahwa dirinya tidak mungkin hamil [karena perilaku seksual yang dilakukannya], atau seorang remaja pria berpikir bahwa ia tidak akan sampai meninggal dunia di jalan raya [saat mengendarai mobil], atau remaja yang mencoba-coba obat terlarang [drugs] berpikir bahwa ia tidak akan mengalami kecanduan. Remaja biasanya menganggap bahwa hal-hal itu hanya terjadi pada orang lain, bukan pada dirinya”.

Pendapat Elkind bahwa remaja memiliki semacam perasaan invulnerability yaitu keyakinan bahwa diri mereka tidak mungkin mengalami kejadian yang membahayakan diri, merupakan kutipan yang populer dalam penjelasan berkaitan perilaku berisiko yang dilakukan remaja. Umumnya dikemukakan bahwa remaja biasanya dipandang memiliki keyakinan yang tidak realistis yaitu bahwa mereka dapat melakukan perilaku yang dipandang berbahaya tanpa kemungkinan mengalami bahaya itu.[19]

Beyth-Marom, dkk kemudian membuktikan bahwa ternyata baik remaja maupun orang dewasa memiliki kemungkinan yang sama untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang berisiko merusak diri (self-destructive). Mereka juga mengemukakan adanya derajat yang sama antara remaja dan orang dewasa dalam mempersepsi self-invulnerability. Dengan demikian, kecenderungan melakukan perilaku berisiko dan kecenderungan mempersepsi diri invulnerable menurut Beyth-Marom, dkk., pada remaja dan orang dewasa adalah sama.[20]

2.1.4. Perkembangan kepribadian dan sosial

Yang dimaksud dengan perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik; sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan dalam berhubungan dengan orang lain. Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja adalah pencarian identitas diri. Yang dimaksud dengan pencarian identitas diri adalah proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup.[21]

Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua . Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan bermain dengan teman. Dengan demikian, pada masa remaja peran kelompok teman sebaya adalah besar.[22]

Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya.[23]

Kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya. Conger dan Papalia & Olds mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup. Bagi remaja, teman-teman menjadi sumber informasi misalnya mengenai bagaimana cara berpakaian yang menarik, musik atau film apa yang bagus, dan sebagainya.[24]

2.3. Ciri-ciri Masa Remaja

Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja.

Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal dengan sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan nampak jelas pada remaja akhir yang duduk di awal-awal masa kuliah.

Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.

Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.

Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa.

Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut.

2.4. Tugas Perkembangan Remaja

Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst dalam Gunarsa antara lain :

* memperluas hubungan antara pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan kawan sebaya, baik laki-laki maupun perempuan
* memperoleh peranan sosial
* menerima kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif
* memperoleh kebebasan emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya
* mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri
* memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan
* mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga
* membentuk sistem nilai, moralitas dan falsafah hidup[25]

Erikson mengatakan bahwa tugas utama remaja adalah menghadapi identity versus identity confusion, yang merupakan krisis ke-5 dalam tahap perkembangan psikososial yang diutarakannya. Tugas perkembangan ini bertujuan untuk mencari identitas diri agar nantinya remaja dapat menjadi orang dewasa yang unik dengan sense of self yang koheren dan peran yang bernilai di masyarakat.[26]

Untuk menyelesaikan krisis ini remaja harus berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa perannya dalam masyarakat, apakah nantinya ia akan berhasil atau gagal yang pada akhirnya menuntut seorang remaja untuk melakukan penyesuaian mental, dan menentukan peran, sikap, nilai, serta minat yang dimilikinya.

2.5. Remaja Dan Permasalahannya

Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Statemen ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress) sampai sekarang masih banyak dikutip orang.

Menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/ confussion, moratorium, foreclosure, dan identity achieved.[27] Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja.

Gunarsa merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu:

1. Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.

2. Ketidakstabilan emosi.

3. Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.

4. Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.

5. Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang dengan orang tua.

6. Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya.

7. Senang bereksperimentasi.

8. Senang bereksplorasi.

9. Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.

10. Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.[28]

Berdasarkan tinjauan teori perkembangan, usia remaja adalah masa saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan pencapaian (Fagan, 2006).[29] Sebagian remaja mampu mengatasi transisi ini dengan baik, namun beberapa remaja bisa jadi mengalami penurunan pada kondisi psikis, fisiologis, dan sosial. Beberapa permasalahan remaja yang muncul biasanya banyak berhubungan dengan karakteristik yang ada pada diri remaja. Berikut ini dirangkum beberapa permasalahan utama yang dialami oleh remaja.

3. RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) kelas XI Bidang Study Aqidah Akhlak

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah Rencana yang menggambarkan Prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus. Lingkup Rencana Pembelajaran paling luas mencakup1(satu) kompetensi dasar yang terdiri atas1(satu) indikator atau beberapa indikator untuk1(satu) kali pertemuan atau lebih.[30]

Landasan RPP adalah PP no 19 tahun 2005 pasal 20, Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi pembelajaran,metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.[31]

3.1. Komponen RPP

RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan.

Komponen RPP adalah:

1. Identitas mata pelajaran, meliputi:

a. satuan pendidikan,

b. kelas,

c. semester,

d. program studi,

e. mata pela­jaran atau tema pelajaran,

f. jumlah pertemuan.

2. Standar kompetensi

Merupakan kualifikasi kemam­puan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran.

c. Kompetensi dasar,

Adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran ter­tentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompe­tensi dalam suatu pelajaran.

d. Indikator pencapaian kompetensi,

Adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilai­an mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja opera­sional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

e. Tujuan pembelajaran,

Menggambarkan proses dan ha­sil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.

f. Materi ajar,

Memuat fakta, konsep, prinsip, dan pro­sedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompe­tensi.

g. Alokasi waktu,

Ditentukan sesuai dengan keperluan un­tuk pencapaian KD dan beban belajar.

h. Metode pembelajaran,

Digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembela­jaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemi­lihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situ­asi dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran.

i. Kegiatan pembelajaran :

a. Pendahuluan

Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan un­tuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.

b. Inti

Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran di­lakukan secara interaktif, inspiratif, menyenang­kan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirisan sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.

c. Penutup

Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan un­tuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau simpul­an, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindaklanjut.

j. Penilaian hasil belajar

Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan indikator pencapaian kom­petensi dan mengacu kepada Standar Penilaian.

k. Sumber belajar

Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kom­petensi.[32]

3.3 RPP tentang Aliran-Aliran Ilmu Kalam (Jabariyah, Mu'tazilah dan Asariyah)

Dalam RPP ini kompetensi dasar nya adalah Memahami Aliran-Aliran Ilmu Kalam (Jabariyah, Mu'tazilah dan Asariyah), ini berarti termasuk dalam ranah kognitif.

RANAH KOGNITIF

Tingkat


Contoh kata kerja operasional

Pengetahuan


Mendefinisikan, menggambarkan menghafal, mengidentifikasi, mendaftar, menjodohkan, menamai, memilih.

Pemahaman


Mengubah, mempertahankan, membedakan, menghargai, menjelaskan, menyampaikan, memberi contoh, menduga, meramalkan, menulis kembali, meringkas.

Aplikasi


Mengubah, menghitung, mendemonstrasikan, menemukan, memanipulasi, memodifikasi, mengoperasikan, mempersiapkan, menghasilkan, menunjukkan, menggunakan, menghubungkan, dll.

Analisis


Menguraikan, membedakan, mengilustrasikan, menduga, membagi, memilih, menentukan.

Sintesis


Mengkategorikan, mengkombinasikan, mendesain, menjelaskan, menggerakkan, memodifikasi, mengorganisasi, merencanakan, merekonstruksikan, menuliskan kembali, menceritakan kembali, dll.

Evaluasi


Membandingkan, menilai, menghargai, menyimpulkan, mengkritik, menggambarkan, menginterpretasikan, meringkas, mendukung, membedakan dengan tajam dll.[33]

RENCANA PEMBELAJARAN

Mata Pelajaran : Akidah Akhlak

Kelas/Semester : SMA kelas XI/ Semester 1

Materi Pembelajaran : Aliran-Aliran Ilmu Kalam (Jabariyah, Mu'tazilah dan Asariyah)

Metode : Ceramah, Diskusi dan tanya jawab

Pertemuan ke :

Waktu : 2 jam pelajaran (1x pertemuan)

A. Standar Kompetensi

Memahami Aliran-Aliran Ilmu Kalam (Jabariyah, Mu'tazilah dan Asariyah).

B. Kompetensi Dasar

1.1. Menjelaskan aliran-aliran ilmu kalam (Jabariyah, Mu'tazilah dan Asariyah)

1.2. Menganalisis perbedaan antara aliran ilmu kalam yang satu dengan lainnya.

1.3. Menunjukan contoh-contoh prilaku orang yang beraliran tertentu dalam ilmu kalam.

1.4. Menghargai terhadap aliran-aliran yang berbeda dalam kehidupan bermasyarakat.

C. Indikator Pencapaian Hasil Belajar

1.1.1. Mampu menjelaskan aliran-aliran ilmu kalam (Jabariyah, Mu'tazilah dan Asariyah)

1.1.2. Mampu menganalisis perbedaan antara aliran ilmu kalam yang satu dengan lainnya.

1.1.3. Mampu menunjukan contoh-contoh prilaku orang yang beraliran tertentu dalam ilmu kalam.

1.1.4. Mampu menghargai terhadap aliran-aliran yang berbeda dalam kehidupan bermasyarakat.

D. Tujuan Pembelajaran

1.1.1.1 Siswa dapat menjelaskan aliran-aliran ilmu kalam (Jabariyah, Mu'tazilah dan Asariyah)

1.1.1.2 Siswa dapat menganalisis perbedaan antara aliran ilmu kalam yang satu dengan lainnya.

1.1.1.3 Siswa dapat menunjukan contoh-contoh prilaku orang yang beraliran tertentu dalam ilmu kalam.

1.1.1.4 Siswa dapat menghargai terhadap aliran-aliran yang berbeda dalam kehidupan bermasyarakat.

E. Uraian Materi Pembelajaran

Materi pokok: Aliran-Aliran Ilmu Kalam (Jabariyah, Mu'tazilah dan Asariyah)

(Uraian Materi ada dalam penjabaran materi yang akan d sampaikan di bawah)

F. Methode Pembelajaran

* Methode ceramah
* Methode Diskusi
* Methode Tanya Jawab

(Uraian masing-masing Metode ada dalam penjabaran metode di bawah)

G. Media Pembelajaran

a. Alat: OHP dan lingkungan sekitar

b. Sumber bahan: Buku Pendidikan Agama Islam SMA Kelas XI, Penerbit Erlangga

H. Skenario Pembelajaran

Tahapan


Langkah


Kegiatan Pembelajaran


Alokasi

Waktu


Aspek Life Skil Yang Dikembangkan

Pendahuluan


Pengantar


1. Guru mengkondisikan kelas untuk mengikuti kegiatan pembelajaran;

2 Guru menyampaikan apersefsi berupa motivasi

- Guru menanyakan kepada siswa tentang jenis-jenis -Aliran Ilmu Kalam (Jabariyah, Mu'tazilah dan Asariyah)

- Siswa termotivasi untuk mendeskripsika tentang -Aliran Ilmu Kalam (Jabariyah, Mu'tazilah dan Asariyah)

- Siswa mengidentifikasi -Aliran Ilmu Kalam (Jabariyah, Mu'tazilah dan Asariyah)

3. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran;


10menit


- Kecakapan Akademik (kecakapan identifikasi variable)

Kegiatan Inti


Penerapan


1. Guru Menyampaikan materi -Aliran Ilmu Kalam (Jabariyah, Mu'tazilah dan Asariyah) denagn methode ceramah dan Tanya jawab

2. Siswa membentuk kelompok

3. Siswa mencari informasi tentang -Aliran Ilmu Kalam (Jabariyah, Mu'tazilah dan Asariyah)

4. Pelaksanaan Diskusi

A. Siswa melaksanakan identifikasi tentang -Aliran Ilmu Kalam (Jabariyah, Mu'tazilah dan Asariyah)

B. Siswa mendiskusikan tentang -Aliran Ilmu Kalam (Jabariyah, Mu'tazilah dan Asariyah)

C. Siswa menyampaikan hasil diskusi tugas kelompok

D. Guru menyempurnakan hasil diskusi



30menit

30menit


- Kecakapan Sosial (kecakapan bekerjasama)

- kecakapan akademis

- kecakapa memecahkan masalah

- Kecakapan kesadaran potensi diri

- kecakapan akademik (merangkum, merumuskan, menghipotesis, mempresentasikan)

Penutup


Refleksi


1. Menyimpulkan materi bersama-sama

2. Memberitahukan tugas yang harus dilakukan oleh siswa di rumah

3. Melakukan refleksi tentang materi yang telah dipelajarinya


20menit


- Kesadaran potensi diri

- Kecakapan akademik

- Kecakapan memecahkan masalah

I. Penilaian

a. Prosedur

1. Penilaian proses belajar dengan observasi dan tugas.

2. Perilaku hasil belajar melalui soal-soal latihan dan ulangan harian.

b. Alat penilaian, berbentuk soal-soal pilihan ganda, esay.

Sumedang, 11 Desember 209

Mengetahui, Guru mata pelajaran

Kepala __________________

__________________ __________________

NIP. __________________ NIP. __________________

PENJELASAN MATERI:

1. ALIRAN JABARIYAH

Tokohnya adalah :"Jaham bin Shafwan", karena itu disebut juga aliran jahamyah.
Pendapatnya diantaranya:

* Bahwa segala perbuatan manusia Allahlah yang menentukan baik dikehendaki atau tidak. Jadi tidak bebas dan Tidak mempunyai kekuasaan apa-apa.
* Bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat seperti, sama, Basar, Kalam dan sebagainya, sebab dikhawatirkan sifat itu menyerupai makhluknya.
* Tentang Al-Quran berpendapat bahwa Al-Quran baru (makhluk).
* Tentang Surga dan Neraka. Kelak manusia sudah masuk semua kedalamnya dan merasakan Nikmatnya surga dan azab Neraka, maka surga dan neraka akan lenyap.
* Melakukan dosa besar, imannya tetap sempurna dan untuk/dosa besar tidak ada hubungannya dengan iman dan amal. Sebab iman ada di hati (batin), amal urusan tingkah laku lahiriyah dan golongan ulama lain, menolak dan membrantasnya, Penolakan itu karena alasan:

a. Pendirian jaham, bahwa manusia tidak mempunyai ikhtiar sama sekali. Sebab kalau demikian manusia akan malas dan putus asa, tidak mau bekerja, bahkan terserah saja pada qadar, akibatnya jika demikian berakibat kemunduran ummat Islam.

b. Terhadap takwil yang berlebihan, tentang mentakwilkan Al-Quran yang mengandung sifat Tuhan, Takwil itu berarti membatasi memahami Al-Quran (sangat sempit). Padahal makna dan tujuan A1-Quran luas dan jauh sempurna.[34]

2. ALIRAN MU'TAZILAH

Aliran Mutazilah termasuk yang terbesar dan tertua dan memainkan peranan penting dalam pemikiran dunia Islam untuk mengetahui Filsafat Islam sesungguhnya dan yang berhubung dengan agama serta sejarah Islam, semua itu harus mempelajari buku-buku yang dikarang Mutazilah bukan dari Filosof-filof Islam[35]

Sejarah Munculnya Mu'tazilah

Ada beberapa versi yang muncul berkaitan dengan munculnya Mu'tazilah yang lepas dari arti term Mu'tazilah itu sendiri.

1. Versi yang mengatakan bahwa Mu'tazilah sebenarnya telah muncul pada pertengahan abad pertama Hijrah. Istilah ini digunakan untuk orang-orang (para sahabat) yang memisahkan diri atau bersikap netral dalam peristiwa politik yang terjadi setelah Usman bin Affan mati terbunuh. Peristiwa yang dimaksud adalah:

a. Pertentangan yang terjadi antara Aisyah, Talhah,. Zubair dengan Au bin Abi Thalib sehingga terjadi perang Jamal.

b. Perselisihan antara Muawiyah dan Au bin Abi Thalib sehingga terjadi perang Shiffin.

Sejumlah sahabat tidak mau terlibat dalam peristiwa politik tersebut sehingga memisahkan diri dari konflik ini serta tidak mau memihak dengan siapapun. Diantarnya adalah Sa’ad bin Abi Waqqs, Suhaib bin Sinan, Abdulah bin Umar, Zaid bin Tsabit. Meraka menamakan diri dengan Mu’tazilah yang berarti orang-orang yang memisahkan diri.[36]

2. Menurut al-Baghdadi, Washil dan temannya ‘Amr Ibn ‘Ubaid diusir oleh Hasan al-Basri dan majelis karena ada pertikaian pendapat diantara mereka mengenai qodar dan orang berdosa besar. Keduanya menjauhkan diri dari Hasan al-Basri dan mereka beserta pengikutnya dengan sebutan mu’tazilah.[37]

3. Tasy Kubra Zadah menyebutnya bahwa Qatadah Ibn Da’amah pada suatu hari masuk ke mesjid Basrah dan menuju ke rnesjid ‘Amr bin ‘Ubaid yang disangkanya adalah majelis Hasan al-Basri, ternyata bukan, dan dia berdiri dan meninggalkan tempat itu sambil berkata: “ini kaum Mu’tazilah”. Maka sejak itu disebut Mu’tazilah.[38]

Meskipun nama tersebut muncul dari kalangan luar Mu’tazilah namun dalam perkembangan selanjutnya pengikut mu’tazilah rnenyetujui dan rnenggunakan nama tersebut sebagai nama aliran teologi mereka, Tetapi pengertian memisahkan diri, bagi mereka tidak sama dengan pengertian yang diberikan oleh non rnu’tazilah. Bagi mereka, mu’tazilah berarti memisahkan diri dari yang salah sebagai tindakan yang terbaik dengan mengemukakan Q.S Al-Muzammil ayat 10.

Ada beberapa nama yang digunakan untuk rnenyebut kaum Mu’tazilah yaitu:

1. Ahl al-Adli wa al-Tauhid[39] (golongan pembela keadilan dan tauhid) karena kelompok ini mempertahankan keadilan dan ke-Esa-an Tuhan yang murni.[40]

2. Al Qadariah, karena menganut faham free will dan free act bahwa makhluk sendinilah yang menentukan dan rnewuj udkan perbuatannya.[41] (manusia mempunyai kemampuan).

3. Al-Muattilah (meniadakan atau menafikan sifat Tuhan) karena mereka menolak paham bahwa Tuhan memiliki sifat, dalam anti sifat rnempunyai wujud di luar zat.

4. Wa ‘dia, karena berpendapat bahwa ancaman Allah terhadap orang yang tidak patuh pasti menimpa mereka.

LIMA PRINSIP AJARAN MU’TAZILAH

Aliran Mu’tazilah mernpunyai lima dasar ajaran yang terkenal dengan sebutan al-Ushul al-khamsah yaitu:[42]

1. Tauhid, bahwa Tuhan benar-benar Maha Esa apabila merupakan zat yang unik. Mereka menolak antropomorpisme. Ayat-ayat antropomorpisme dita’wilkan karena pengertian lain. Meraka juga menolak faham beatific vision (Tuhan dapat dilihat dengan mata) dengan alasan bahwa Tuhan tidak mengambil tempat dan kalau memang dapat dilihat pastilah kita dapat melihatnya.

2. Al-Adl, Konsep ini mengandung pengertian bahwa Allah wajib berbuat baik, tidak mungkin dapat berbuat dholim bahkan dikatakan tidak mampu untuk berbuat dholim. Maka dari sinilah muncul istilah al-Shalah wa al-Aslah dimana Tuhan harus selalu menjaga kemaslahatan manusia termasuk pengiriman Rasul.

3. Al-Wa‘du wa al-wa‘id, bahwa Tuhan wajib memberi ganjaran surga kepada yang berbuat baik dan neraka kepada yang berbuat jahat. Mereka menolak faham syafaat.

4. Al-Manzilah baina al-Manzilatain, bahwa pelaku dosa besar bukan mukmin karena imannya tidak utuh lagi dan tidak pula kafir karena masih mengucap syahadat, dia berada diposisi antara dua posisi atau fasik. Ia tidak berhak masuk surga karena bukan mukmin dan tidak masuk neraka karena bukan kafir, maka semestinya ia berada di neraka. Tetapi karena di akhirat tidak ada selain surga dan neraka, maka pastilah ia masuk neraka karena dosanya, tetapi karena masih ada iman, ia tidak menerima azab seberat orang-orang kafir.

5. Al-Arnru bi al-Ma‘ruf wa al-Nahyu ‘ani al-Munkar. Dalam hal ini, kelompok Mu’tazilah menggunakan seruan dan penjelasan saja bila sudah cukup, namun bila terpaksa bisa dengan kekerasan seperti yang tercatat sebagai peristiwa Mihna.

3. ALIRAN ASYARIYAH

Asy’ariah adalah salah satu aliran dalam teologi yang namanya dinisbatkan kepada nama pendirinya, yaitu Hasan ‘Ali bin Isma’il al-Asy’ari.[43]

Abu al-Hasan ‘Ali Ibn Isma’il aI-Asy’ari lahir di Basrah di tahun 873 M dan wafat di Bagdad pada tahun 935 M. Pada mulanya ia adalah murid al-Jubba’i dan salah seorang terkemuka dalam golongan Mu’tazilah sehingga menurut al-Husain Ibn Muhammad al-’Askari, al-Jubba’i berani mempercayakan perdebatan dengan lawan kepadanya.[44]

Tetapi oleh sebab-sebab yang tidak begitu jelas, [45] al-Asy’ari, sungguh pun telah puluhan tahun menganut paham Mu’tazilah, akhirnya meninggalkan ajaran Mu’tazilah. Sebab yang biasa disebut, yang berasal dan al-Subki dan Ibn ‘Asakir, ialah bahwa pada suatu malam al-Asy’ari bermimpi; dalam mimpi itu Nabi Muhammad SAW, mengatakan kepadanya bahwa mazhab Ahli Hadislah yang benar, dan mazhab Mu’tazilah salah. Sebab lain bahwa al-Asy’ari berdebat dengan gurunya al-Jubba’i dan dalam perdebatan itu guru tak dapat menjawab tantangan murid.

A. Doktrin-Doktrin Teologi Al-Asy’ari

Formulasi pemikiran Al-Asy’ari. secara esensial, menampilkan sebuah upaya sintesis antara formulasi ortodoks ekstrim di satu sisi dan Mu’tazilah di sisi lain. Dari segi etosnya. pergerakan terdebut memiliki semangat ortodoks, Aktualitas formulasinya jelas menampakkan sifat yang reaksionis terhadap Mu’tazilah, sebuah reaksi yang tidak dapat dihindarinya.[46] Corak pemikiran yang sintesis ini. menurut Watt, barangkali dipengaruhi teologi Kullabiah (teologi Sunni yang dipelopori ibn Kullab (w. 854 M)[47]

Pemikiran-pemikiran Al-Asy’ari yang terpenting adalah berikut ini:

B. Tuhan dan Sifat-Sifatnya

Perbedaan pendapat di kalangan mutakalimin mengenai sifat-sifat Allah tak dapat dihindarkan walaupun mereka setuju hahwa mengesaan Allah adalah wajib. Al-Asy’ari dihadapkan pada dua pandangan ekstrim, Di satu pihak ia berhadapan dengan kelompok mujassimah (antropomorfis) dan kelompok musyabbibah yang berpeniapat bahwa Allah mempunyai semua sifat yang disebutkan dalam Al-Quran dan Sunnah dan sifat-sifat itu harus difahami menurut arti harfiahnya. Di lain pihak, ia berhadapan dengan kelompok Mu’tazilah yang berpendapat bahwa sifat-sifat Allah tidak lain selain esensi-Nya. Adapun tangan, kaki, telinga Allah atau Arsy atau kursa tidak boleh diartikan secara hurfiah, melainkan harus dijelaskan secara alegoris. [48]

Menghadapi dua kelompok tersebut, Al-Asy’ari berpendapat bahwa Allah memang memiliki sifat-sifat itu, seperti mernpunyai tangan dan kaki, dan ini tidak boleh diartikan secara harfiah, melainkan secara simbolis (berbeda dengan kelompok sifatiah). Selanjutnya, Al-Asy’ari berpendapat bahwa sifat-sifat Allah itu unik sehingga tidak dapat dibandingkan dengan sifat-sifat manusia yang tampaknya mirip. Sifat-sifat Allah berbeda dengan Allah sendiri, tetapi sejauh menyangkut realitasnya (haqiqah) tidak terpisah dari esensi-Nya. Dengan demikian, tidak berbeda dengan-Nya.[49] Mustahil kata al-As’ari Tuhan mengetahui dengan dzatnya, karena dengan demikian zat-Nya adalah pengetahuan dan tuhan sendiri adalah pengetahuan, tuhan bukan pengetahuan (‘ilm) tetapi yang maha mengetahui (‘Alim). Tuhan mengetahui dengan pengetahuan dan pengetahuan-Nya bukan zat-Nya. Demikian pula denan sifat hidup, berkuasa, mendengar dan melihat.[50]

C. Kebebasan dalam Berkehendak (Free- Will)

Dalam hal apakah manusia meniiliki kemampuan untuk memilih, menentukan. serta mengaktualisasikan perbuatannya? Dari dua pendapat yang ekstrim, yakni Jabariyah yang fatalistik dan menganut faham pradeterminisme semata-mata dan Mu’tazilah yang menganut faham kebehasan mutlak dan berpendapat bahwa manusia menciptakan perbuatannya sendiri,[51] Al-Asy’ari membedakan antara khaliq dan kasb, Menurutnya, Allah adalah pencipta (khaliq) perbuatan manusia, sedangkan manusia sendiri yang mengupayakannya (muktasib), Hanya Allah-lah yang mampu menciptakan segala sesuatu (termasuk keinginan manusia).[52]

Kesimpulan dari uraian di atas dapat digambarkan sebagai berikut:[53]

Kehendak


Daya


Perbuatan


Aliran

Tuhan


Tuhan


Tuhan


Jabariah

Manusia


Manusia


Manusia


Mu’tazilah

Tuhan


Tuhan (efektif)

Manusia (Tidak Efektif)


Tuhan (Sebenarnya)

Manusia (Kiayasan)


Asy’ariah

Salah satu di antara pengikut yang terpenting ialah Muhammad Ibn al-Tayyib Ibn Muhammad Abu Bakr al-Baqillani. Ia memperoleh ajaran-ajaran al-Asy’ari dan dua muridnya, Ibn Mujahid dan Abu al-Hasan al-Bahili, dan wafat di Bagdad tahun 1013 M.[54] Tetapi al-Baqillani tidak begitu saja menerima ajaran-ajaran al-Asy’ari. Dalam beberapa hal Ia tidak sepaham dengan al-Asy’ari diantaranya mengenai Free will.

Al-Baqillani tidak sepaham dengan al-Asy’ari mengenai paham perbuatan manusia. Kalau bagi al-Asy’ari perbuatan manusia adalah diciptakan Tuhan seluruhnya, menurut al-Baqillani manusia mempunyai sumbangan yang efektif dalam perwujudan perbuatannya. Yang diwujudkan Tuhan ialah gerak yang terdapat dalam diri manusia; adapun bentuk atau sifat dari gerak itu dihasilkan oleh manusia sendiri. Dengan kata lain, gerak dalam diri manusia mengambil berbagai bentuk, duduk, berdiri, berbaring, berjalan dan sebagainya. Gerak sebagai genus (jenis) adalah ciptaan Tuhan, tetapi duduk, berdiri, berbaring, benjalan dan sebagainya yang merupakan spectes (naw’) dari gerak, adalah perbuatan manusia. Manusialah yang membuat gerak, yang diciptakan Tuhan itu, mengambil bentuk sifat duduk, berdiri dan sebagainya.[55] Dengan demikian kalau bagi Al-Asy’ari daya manusia dalam kasb tidak mempunyai efek, bagi alBaqillani daya itu mempunyai efek.

D. Qadimnya Al-Quran

Al-Asy’ari dihadapkan pada dua pandangan ekstrim dalam persoalan qadimnya Al-Quran. Mu’tazilah yang mengatakan bahwa Al-Quran diciptakan (makhluk sehingga tidak qadim serta pandangan mazhab Hambali dan Zahiriyah yang menyatakan bahwa Al-Quran adalah kalam Allah, (yang qadim dan tidak diciptakan). Zahiriyah bahkan berpendapat bahwa semua huruf, kata, dan bunyi Al-Quran adalah qadim.[56] Dalam rangka mendamaikan kedua pandangan yang saling bertentangan itu, Al-Asy’ari mengatakan bahwa walaupun Al-Quran terdiri atas kata-kata, huruf dan bunyi, semua itu tidak melekat pada esensi Allah dan karenanya tidak qadim. [57]Nasution mengatakan bahwa Al-Quran bagi Al-Asy’ari tidaklah diciptakan sebab kalau ia diciptakan, sesuai dengan ayat:

J¯RÎ) $uZä9öqs% >äóÓy´Ï9 !#sŒÎ) çm»tR÷Šu‘r& br& tAqà)¯R ¼çms9 `ä. ãbqä3uŠsù ÇÍÉÈ

Artinya:
“Jika kami menghendaki sesuatu. Kami bersabda, “Terjadilah” maka ia pun terjadi” (QS. An-Nahl [16]: 40) [58]

E. Melihat Allah

Al-Asy’ari tidak sependapat dengan kelompok ortodoks ekstrim, terutama Zahiriyah, yang menyatakan bahwa Allah dapat dilihat di akhirat dan mempercayai bahwa Allah bersemayam di Arsy. Selain itu, ia tidak sependapat dengan Mu’tazilah yang mengingkari ru’yatullah (melihat Allah) di akhirat.[59] Al-Asy’ari yakin bahwa Allah dapat dilihat di akhirat,[60] tetapi tidak dapat digambarkan. Kemungkinan ru’yat dapat terjadi manakala Allah sendiri yang menyebabkan dapat dilihat atau bilamana Ia menciptakan kemampuan penglihatan manusia untuk melihat-Nya.[61] Dalil Alquran yang dibawa kaum asy’ariyah antara lain adalah yang berikut:

×nqã_ãr 7‹Í´tBöqtƒ îouŽÅÑ$¯R ÇËËÈ 4’n<Î) $pkÍh5u‘ ×ot�Ïß$tR ÇËÌÈ [62]

Menurut asy’ariyah kata nazirah dalam ayat ini tak bias berarti memikirkan, karena akhirat bukanlah tempat berpikir. Jiga takbisa berarti menunggu, karena wujuh yaitu muka atau wajah tidak dapat menunggu, yang menunggu adalah manusia. Oleh karenaq itu kata nazirah mesti berarti melihat dengan mata. [63]

Kaum Asy’ariyah juga mengemukakan ayat berikut:

$£Js9ur uä!%y` 4Óy›qãB $uZÏF»s)ŠÏJÏ9 ¼çmyJ¯=x.ur ¼çmš/u‘ tA$s% Éb>u‘ þ’ÎTÍ‘r& ö�ÝàRr& š�ø‹s9Î) 4 tA$s% `s9 ÓÍ_1t�s? Ç`Å3»s9ur ö�ÝàR$# ’n<Î) È@t6yfø9$# ÈbÎ*sù §�s)tGó™$# ¼çmtR$x6tB t$öq|¡sù ÓÍ_1t�s? 4 $£Jn=sù 4’©?pgrB ¼çmš/u‘ È@t7yfù=Ï9 ¼ã&s#yèy_ $y2yŠ §�yzur 4Óy›qãB $Z)Ïè|¹ 4 !$£Jn=sù s-$sùr& tA$s% š�oY»ysö6ß™ àMö6è? š�ø‹s9Î) O$tRr&ur ãA¨rr& tûüÏZÏB÷sßJø9$# ÇÊÍÌÈ [64]

Di sini Nabi Musa meminta supaya Tuhan memperlihatkan diriNya. Kalau Tuhan tak dapat dilihat, demikian kata As’ariah, Nabi Musa tak akan meminta supaya Tuhan mempenlihatkan diri-Nya. Seterusnya ayat itu mengatakan bahwa Nabi Musa akan melihat Tuhan, kalau bukit Sinai tetap pada tempatnya. Membuat bukit Sinai tetap di tempatnya termasuk dalam kekuasaan Tuhan dan oleh karena itu Tuhan bisa dilihat. [65]

F. Keadilan Tuhan

Pada dasarnya Al-Asy’ari dan Mu’tazilah setuju bahwa Allah itu adil. Mereka hanya berbeda dalam memandang makna keadilan. Al-Asy’ari tidak sependapat dengan Mu’tazilah yang mengharuskan Allah berbuat adil sehingga Dia harus menyiksa orang yang salah dan memberi pahala kepada orang yang berbuat baik. Menurutnya, Allah tidak memiliki keharusan apapun karena Ia adalah Penguasa Mutlak. Dengan demikian, jelaslah bahwa Mu’tazilah mengartikan keadilan dari visi manusia yang memiliki dirinya, sedangkan al-Asy’ari dari visi bahwa Allah adalah pemilik mutlak.[66]

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Tuhan berkuasa mutlak dan tak ada satupun yang wajib baginya. Tuhan berbuat sekehendaknya, sehingga kalau Ia memasukan seluruh manusia ke dalam surga bukanlah Ia bersifat tidak adil dan jika Ia memasukan ke dalam neraka tidaklah Ia bersifat zalim. Dengan dengan demikian ia juga tidak setuju dengan ajaran mu’tazilah tentang al-wa’d wa al-waid.

G. Kedudukan Orang Berdosa

A1-Asy’ari menolak ajaran posisi menengah yang dianut Mu’tazilah. [67]Mengingat kenyataan bahwa iman merupakan lawan kufur, predikat bagi seseorang haruslah salah satu di antaranya. Jika tidak mukmin, ia kafir. Oleh karena itu, Al-Asy’ari berpendapat bahwa mukmin yang berbuat dosa besar adalah mukmin yang fasik, sebab iman tidak mungkin hilang karena dosa selain kufur.[68]

Bagi al-Asy’ari orang yang berdosa besar tetap mukmin, karena imannya masih ada, tetapi karena dosa besar yang dilakukannya ia menjadi fasiq. Sekiranya orang berdosa besar bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, maka dalam dirinya akan tidak didapati kufr atau iman; dengan dernikian bukanlah ia atheis dan bukanlah pula monotheis, tidak teman dan tidak pula musuh. Hal serupa ini tidak mungkin. Oleh karena itu tidak pula mungkin bahwa orang berdosa besar bukan mukmin dan pula tidak kafir.[69]

H. Akal dan Wahyu dan Kriteria Baik dan Buruk

Teologi sebagai ilmu yang membahas soal ketuhanan dan kewajiban-kewajiban manusia terhadap Tuhan, memakai akal dan wahyu dalam memperoleh pengetahuan tentang kedua soal tersebut. Akal, sebagai daya berpikir yang ada dalam diri manusia, berusaha keras untuk sampai kepada diri Tuhan, dan wahyu sebagai pengkhabaran dari alam metafisika turun kepada manusia dengan keterangan-keterangan tentang Tuhan dan kewajiban-kewajiban manusia terhadap Tuhan. Konsepsi ini dapat digambarkan sebagai yang terdapat dalam Gambar: [70]

Tuhan berdiri di puncak alam wujud dan manusia di kakinya berusaha dengan akalnya untuk sampai kepada Tuhan; dan Tuhan sendiri dengan belas-kasihan-Nya terhadap kelemahan manusia, diperbandingkan dengan kemahakuasaan Tuhan, menolong manusia dengan menurunkan wahyu melalui Nabi-nabi dan Rasul-rasul.

Konsepsi ini merupakan sistem teologi yang dapat digunakan terhadap aliran-aliran teologi Islam yang berpendapat bahwa akal manusia bisa sampai kepada Tuhan. Yang menjadi persoalan selanjutnya ialah: sampai di manakah kemampuan akal manusia dapat mengetahui Tuhan dan kewajiban-kewajiban manusia? Dan juga sampai manakah besarnya fungsi wahyu dalam kedua hal ini? [71]

Kalau kita selidiki buku-buku klasik tentang ilmu kalam akan kita jumpai bahwa persoalan kekuasan akal dan fungsi wahyu ini dihubungkan dengan dua masalah pokok yang masing-masing bercabang dua. Masalah pertama ialah soal mengetahui Tuhan dan masalah kedua soal baik dan jahat. Masalah pertama bercabang dua menjadi mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan yang dalam istilah Arab disebut husul ma’rifah Allah dan wujud ma’rifah Allah.[72] Kedua cabang dari masalah kedua ialah: mengetahui baik dan jahat, dan kewajiban mengerjakan perbuatan baik dan kewajiban menjauhi perbuatan jahat atau ma‘rifah al-husn wa al-qubh dan wujub i’tinaq al-hasan wa ijtinab al-qabih,[73] yang juga disebut al-tahsin wa al-taqbih.[74]

Polemik yang terjadi antara aliran-aliran teologi Islam yang bersangkutan ialah: yang manakah di antara keempat masalah itu yang dapat diperoleh melalui akal dan yang mana melalui wahyu? Masing-masing aliran memberikan jawaban-jawaban yang berlainan.

Bagi kaum Mu’tazilah segala pengetahuan dapat diperoleh dengan perantaraan akal, dan kewajiban-kewajiban dapat diketahui dengan pernikiran yang mendalam. Dengan demikian berterima kasih kepada Tuhan sebelum turunnya wahyu adalah wajib.[75] Baik dan jahat wajib diketahui melalui akal dan demikian pula mengerjakan yang baik dan menjauhi yang jahat adalah pula wajib.[76]

Dalam hubungan ini Abu al-Huzail dengan tegas mengatakan bahwa sebelum turunnya wahyu, orang telah berkewajiban mengetahui Tuhan; dan jika ia tidak berterima kasih kepada Tuhan, orang demikian akan mendapat hukuman. Baik dan jahat menurut pendapatnya, juga dapat diketahui dengan perantaraan akal dan dengan demikian orang wajib mengerjakan yang baik, umpamanya bersikap lurus dan adil, dan wajib menjauhi yang jahat seperti berdusta dan bersikap zalim. [77]Konsepsi ini dapat digambarkan sebagai yang terdapat dalam Gambar sebagai berikut:

MT

KMT

MBJ

KMBJ

Keterangan:

MT : Mengetahui Tuhan

KMT : Kewajiban Mengetahui Tuhan

MBJ : Mengetahui Baik Dan Jahat

KMBJ: Kewajiban Mengerjakan Yang Baik dab Menjauhi Yang Jahat[78]

Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa jawaban kaum Mu’tazilah atas pertanyaan di atas: keempat masalah pokok itu dapat diketahui oleh akal.

Dari aliran Asy’ariah, al-Asy’riah sendiri menolak sebagian besar dari pendapat kaum Mu’tazilah di atas. Dalam pendapatnya segala kewajiban manusia hanya dapat diketahui melalui wahyu. Akal tidak dapat membuat sesuatu menjadi wajib dan tak dapat mengetahui bahwa mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk adalah wajib bagi manusia.[79] Betul akal dapat mengetahui Tuhan, tetapi wahyulah yang mewajibkan orang mengetahui Tuhan dan berterima kasih kepada-Nya. Juga dengan wahyulah dapat diketahui bahwa yang patuh kepada Tuhan akan memperoleh upah dan yang tidak patuh kepada-Nya akan mendapat hukuman. [80]

Dari kutipan-kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa menurut pendapat al-Asy’ari akal tak mampu untuk mengetahui kewajibankewajiban manusia. Untuk itulah wahyu diperukan. Akal dalam pada itu dapat mengetahui Tuhan. Tetapi apakah akal dapat juga mengetahui baik dan jahat, hal ini tidak jelas dalam karangan-karangan al-Asy’ari.

Penjelasannya harus dicari dalam keterangan para pengikutnya. Menurut al-Baghdadi akal dapat mengetahui Tuhan, tetapi tidak dapat mengetahui kewajiban berterima kasih kepada Tuhan karena segala kewajiban dapat diketahui hanya melalui wahyu. Oleh karena itu, sebelum turunnya wahyu, tidak ada kewajiban-kewajiban dan tidak ada larangan-larangan bagi manusia. Jika seseorang, sebelum wahyu turun, sekiranya dapat mengetahui Tuhan serta sifat-sifat-Nya dan kemudian percaya kepada-Nya, maka orang demikian adalah mukmin tetapi tidak berhak untuk mendapat upah dari Tuhan. Jika orang demikian dimasukkan ke dalam surga, maka itu adalah atas kemurahan hati Tuhan. Dan sebaliknya jika seseorang sebelum adanya wahyu, tidak percaya pada Tuhan, ia adalah kafir dan atheis tetapi tidak mesti mendapat hukuman. Kalau sekiranya Tuhan memasukkannya ke dalam neraka untuk selama-lamanya itu tidak merupakan hukuman.[81]

Menurut al-Syahrastani Ahli Sunnah yaitu kaum Asy’ariah berpendapat bahwa kewajiban-kewajiban diketahui dengan wahyu dan pengetahuan diperoleh dengan akal. Akal tidak dapat menentukan bahwa mengerjakan yang baik dan menjauhi yang jahat adalab wajib, karena akal tidak membuat sesuatu menjadi harus atau wajib. Wahyu sebaliknya tidak pula mewujudkan pengetahuan. Wahyu membawa kewajiban-kewajiban.[82]

Dari keterangan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa akal dalam pandangan kaum Asy’ariah dapat mengetahui baik dan jahat.[83] Konsepsi ini dapat digambarkan sebagai yang terdapat dalam Gambar sebagai berikut:

MT KMT

MBJ KMBJ

Keterangan:

MT : Mengetahui Tuhan

KMT : Kewajiban Mengetahui Tuhan

MBJ : Mengetahui Baik Dan Jahat

KMBJ: Kewajiban Mengerjakan Yang Baik dab Menjauhi Yang Jahat

· PENJELASAN METHODE:

1. METODE CERAMAH

A. PENGERTIAN

Metode Ceramah ialah, penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap kelas. Dengan kata lain dapat pula dimaksudkan, bahwa metode ceramah atau lecturing itu adalah suatu cara penyajian atau penyampaian informasi melalui penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap siswanya. Dalam memperjelas penuturan/penyajiannya, guru dapat menggunakan alat-alat bantu, seperti: bendanya, gambarannya, sket, peta dan sebagainya.[84]

Metode ceramah dikenal juga sebagai metode kuliah karena umumnya banyak dipakai di perguruan tinggi. Dan ada juga disebut orang methode pidato/tabligh, karena disampaikan secara berpidato. Di dalam bahasa Inggris disebut lecturing method atau telling method.

Istilah lecturing berasal dan bahasa Yunani “Legire” yang berarti to teach = mengajar. Dan kata legire ditimbulkan kata lecture yang artinya memberi kuliah dengan kata atau ucapan. Dan kata lecture ditimbulkan kata lecturing yaitu cara penyajian bahan-bahan dengan lisan. Istilah telling berasal dari kata “to tell” yang artinya menyatakan sesuatu kepada orang lain dan akhirnya berarti menyajikan keterangan-keterangan dan uraian-uraian kepada orang lain sehingga Ia mengerti apa yang disampaikan itu.[85]

B. KEUNTUNGAN DAN KELEMAHAN METODE CERAMAH.

Keuntungan yang dapat diperoleh dengan mempergunakan metode ceramah.

1. Suasana kelas berjalan dengan tenang karena murid melakukan aktifitas yang sama, sehingga guru dapat mengawasi murid sekaligus.

2. Tidak membutuhkan tenaga yang banyak dan waktu yang lama, dengan waktu yang singkat murid dapat menerima pelajaran sekaligus.

3. Pelajaran bisa dilaksanakan dengan cepat, karena dalam waktu yang sedikit dapat diuraikan bahan yang banyak.

4. Pleksibel dalam penggunaan waktu dan bahan, jika bahan banyak sedangkan waktu terbatas dapat dibicarakan pokok - pokok permasalahannya saja, sedangkan bila materi sedikit sedangkan waktu masih panjang, dapat dijelaskan Iebih mendetail.

Kelemahan-kelemahan metode ceramah.

1. Interaksi cenderung bersifat teacher centered (berpusat pada guru).

2. Guru kurang dapat mengetahui dengan pasti sejauhmana siswa telah menguasai bahan ceramah.

3. Pada siswa dapat terbentuk konsep-konsep yang lain dari apa yang dimaksudkan guru.

4. Sering sukar ditangkap maksudnya, bila ceramah berisi istilah-istilah yang tidak/kurang dimengerti siswa sehingga mangarah kepada verbalisme.

5. Tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah, dan berpikir. Karena siswa diarahkan untuk mengiku pikiran guru.

6. Kurang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kecakapan untuk mengeluarkan pendapat sendiri.

7. Bilamana guru menyampaikan bahan sebanyak-banyaknya dalam tempo yang terbatas, menimbulkan kesan pemompaan atau pemaksaan terhadap kemampuan penerimaan siswa;

8. Cenderung membosankan dan perhatian siswa berkurang, karena guru kurang memperhatikan faktor-faktor psikologis siswa, sehingga bahan yang dijelaskan menjadi kabur hati mereka.

Untuk mengatasi kelemahan tersebut diusahakan hal-hal sebagai berikut:

1. Untuk menghilangkan kesalah pahaman bagi siswa terhadap materi yang diberikan, diberi penjelasan dengan memberikan keterangan keterangan, dengan gerak-gerik, dengan memberikan contoh atau dengan memakaikan alat peraga.

2. Selingilah metode ceramah dengan metode yang lain untuk menghilangkan kebosanan anak-anak.

3. Susunlah ceramah itu secara sistematis.

4. Dalam menerangkan pelajaran hendaknya digunakan kata-kata yang sederhana, jelas, dan mudah dipahami oleh para siswa;

5. Gunakan alat visualisasi, seperti penggunaan papan tulis atau media lainnya yang tersedia untuk menjelaskan pokok bahasan yang disampaikan;

6. Adakan rekapitulasi dan ulang kembali rumusan-rumusan yang diangap penting. Yang dimaksud rekapitulasi disini adalah mengingat kembali dengan contoh-contoh, keterangan keterangan, fakta-fakta, dan sebagainya.[86]

C. LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN METODE CERAMAH.

1. Persiapan.

Tujuan persiapan ini ialah:

a) Menjelaskan kepada siswa tentang tujuan pelajaran dan
masalah atau pokok-pokok masalah, apakah yang akan dibahas
dalam pelajaran itu.

b) Membangkitkan bahan appresepsi pada siswa untuk membantu
siswa memahami pelajaran yang akan disajikan.

2. Penyajian.

Pada tarap ini disajikan bahan yang berkenan dengan pokok-pokok
masalah.
Perbandingan abstraksi.

Pada Iangkah ini bahan yang disampaikan/disajikan tadi dianalisis
dan dibanding-bandingkan untuk melihat interrelasi dan menemukan akibat-akibatnya.

3. Generalisasi.

Pada saat ini unsur yang sama dan yang berlainan dihimpun untuk
mendapatkan kesimpulan-kesimpulan mengenai pokok-pokok masalah ceramah.

4. Aplikasi penggunaan.

Sekarang pada langkah yang kelima ini, dimana kesimpulan atau konklusi yang diperoleh digunakan dalam berbagai situasi sehingga nyata makna kesimpulan itu.[87]

2. METODE TANYA JAWAB

A. PENGERTIAN

Metode tanya jawab ialah suatu cara mengajar dimana seorang guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada peserta didik tentang bahan pelajaran yang telah diajarkan atau bacaan yang telah mereka baca sambil memperhatikan proses berfikir diantara peserta didik.

Guru mengharapkan dari peserta didik jawaban yang tepat dan berdasarkan fakta. Dalam tanya-jawab, pertanyaan adakalanya dari pihak peserta didik (dalam hal ini guru atau peserta didik yang menjawab). Apabila peserta didik tidak menjawabnya barulah guru memberikan jawabannya.

Metode ini sudah tama dipakai dan dipakai orang semenjak zaman Yunani. Ahli-ahli pendidikan Islam telah mengenal metode ini, yang dianggap oleh pendidikan moderen berasal dan Socrates (469-399 SM) seorang Failosuf bangsa Yunani. Ia memakai metode ini ialah untuk mengajar peserta didiknya supaya sampai ketara kebenaran sesudah bersoal jawab dan bertukar fikiran. Kemudian di dalam Islam metode ini juga sudah dikenal. Nabi Muhammad SAW dalam mengajarkan Agama kepada umatnya, sering memakai tanyajawab.[88]

B. KEUNTUNGAN METODE TANYA-JAWAB.

Beberapa keuntungan metode tanya-jawab adalah sebagai berikut:

1. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk dapat menerima penjelasan lebih lanjut.

2. Guru dapat dengan segera mengetahui kemajuan peserta didiknya dan bahan yang telah diberikan.

3. Pertanyaan-pertanyaan yang sulit dan agak baik dari peserta didik dapat mendorong guru untuk memahami lebih mendalam dan mencari sumber-sumber lebih lanjut.[89]

C. KELEMAHAN METODE TANYA JAWAB.

Beberapa kelemahan metode ta nya-jawab.

1. Pemakaian waktu lebih banyak jika dibandingkan dengan metode ceramah. Jalan pelajaran lebih lambat dari metode ceramah, sehingga kadang-kadang menyebabkan bahan pelajanan tak dapat dilaksanakan menurut yang ditetapkan.

2. Mungkin terjadi perbedaan pendapat antara guru dan peserta didik. Hal ini terjadi karena pengalaman peserta didik berbeda dengan guru. Kalau hal itu terjadi guru dan peserta didik harus dapat membuktikan kebenaran jawaban- jawabannya.

3. Sering terjadi penyelewengan dari masalah pokok. Karena pertanyaan selalu sulit dan kurang oleh peserta didik maka kadang-kadang jawaban peserta didik menyimpang dari pesoalan. Kalau terjadi hal seperti itu guru harus menjaganya supaya jangan timbul pesoalan yang baru dengan jalan mengusahakan baik supaya penhatiannya tertuju kepada masalah semula. Kalau perlu boleh berobah susunan pertanyaannya atau memperinci pokok persoalan dalam beberapa penincian.

4. Apabila peserta didik terlalu banyak tidak cukup waktu member giliran kepada setiap peserta didik.[90]

3. METODE DISKUSI

A. DEFINISI

Kata “diskussi” berasal dan bahasa Latin yaitu: “discussus” yang berarti “to examine’ “investigate” (memeriksa, menyelidik). Discutstre” berasal dari akar kata dis + cuture. “Dis” artinya terpisah “cuture” artinya menggoncang atau memukul “(to shake atau strike), kalau diartikan maka discuture ialah suatu pukulan yang dapat memisahkan sesuatu. Atau dengan kata lain membuat sesuatu itu jelas dengan cara memecahkan atau menguraikan sesuatu tersebut (to clear away by breaking up or cuturing).

Dalam pengertian yang umum, diskusi ialah suatu proses yang melibatkan dua atau lebih individu yang berintegrasi secara verbal dan saling berhadapan muka mengenai tujuan atau sasaran yang sudah tertentu melalui cara tukar menukar informasi (information sharing), mempertahankan pendapat (self maintenance), atau pemecahan masalah (problem solving).

Metode diskusi dalam pendidikan adalah suatu cara penyajian/
penyampaian bahan pelajaran, dimana guru memberikan kesempatan
kepada para peserta didik/kelompok-kelompok peserta didik untuk mengadakan pembicaraan ilmiah guna mengumpulkan pendapat,
membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif pemecahan atas sesuatu masalah.[91]

Forum diskusi dapat dilkuti oleh semua peserta didik di dalam kelas, dapat pula dibentuk kelompok-kelompok yang lebih kecil. Yang perlu mendapatkan perhatian ialah hendaknya para peserta didik dapat berpartisipasi secara aktif di dalam setiap forum diskusi. Semakin banyak peserta didik terlibat dan menyumbangkan pikirannya, semakin banyak pula yang dapat mereka pelajari. Perlu pula diperhatikan masalah peranan guru. Terlalu banyak campur tangan dan main perintah dari guru niscaya peserta didik tidak akan dapat belajar banyak.

Sebagai dasar methode diskusi dapat di lihat dalam al-quran dan perbuatan nabi SAW. Dalam Al-quran ALLAH SWT berfirman: ”serulah (manusia) kepada agama tuhanmu dengan bijaksana dan pengajaran yang baik bertukar pikiranlah dengan mereka itu dengan cara yang baik (Q.S. Al-Nahl : 125)[92]

B. MANFAAT METODE DISKUSI.

Diskusi kelompok/kelas dapat memberikan sumbangan yang berharga terhadap belajar peserta didik, antara lain

1. Membantu murid untuk tiba kepada pengambilan keputusan yang lebih baik ketimbang ia memutuskan sendiri, karena terdapat berbagai sumbangan pikiran dari para peserta lainnya yang dikemukakan dari berbagai sudut pandangan.

2. Mereka tidak terjebak kepada jalan pikirannya sendiri yang kadang-kadang salah, penuh prasangka dan sempit, karena dengan diskusi Ia mempertimbangkan alasan-alasan orang lain, menerima berbagai pandangan dan secara hati-hati mengajukan pendapat dan pandangannya sendiri.

3. Berbagai diskusi timbul dari percakapan guru dan peserta didik mengenai sesuatu kegiatan belajar yang akan mereka lakukan. Bila kelompok/kelas itu ikut serta membicarakan dengan baik, niscaya segala kegiatan belajar itu akan beroleh dukungan bersama dan seluruh kelompok/kelas sehingga dapat diharapkan hasil belajarnya akan lebih baik lagi.

4. Diskusi kelompok/kelas memberi motivasi terhadap berpikir dan meningkatkan perhatian kelas terhadap apa-apa yang sedang mereka pelajari, karena itu dapat membantu peserta didik menjawab pertanyaan-pertanyaan guru dengan alasan-alasan yang memadai, bukan hanya sekedar jawaban “ya” atau “tidak” saja.

5. Diskusi juga membantu mendekatkan atau mengeratkan hubungan antara kegiatan kelas dengan tingkat perhatin dan derajat pengertian dan pada anggota kelas, karena dari pembicaraan itu mereka berkesempatan menarik hal-hal atau pengertian-pengertian baru yang dibutuhkan.

6. Apabila dilaksanakan dengan cermat maka diskusi dapat merupakan cara belajar yang menyenangkan dan merangsang pengalaman, karena dapat merupakan pelepasan ide-ide, uneg-uneg dan pendalaman wawasan mengenai sesuatu, sehingga dapat pula mengurangi ketegangan-ketegangan batin- dan mendatangkan keputusan dalam mengembangkan kebersamaan kelompok sosial.[93]

4. Problematika Penyampaian Materi

Secara sepuntas menyampaikan materi tersebut terlihat mudah, namun dalam perakteknya di lapangan perlu methode yang tepat mengingat materi tersebut merupakan masalah aqidah, doktrin-doktrin keluarga yang bermacam-macam menjadikan guru dalam materi ini tidak di tungtut untuk menyentuh afektif anak, tetapi hanya di tungtut mengembangkan perkembangan kognitif.

Solusinya, dengan menggunakan methode yang tepat guru dapat menyampaikan materi ini dengan tidak bermaksud untuk merubah doktrin yang telah di ajarkan kelurga kepada mereka, tugas guru hanya menyampaikan bukan mendoktrin.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rozak dan Rosihoh Anwar,

Ikmu Kalam,. Pustaka Setia, Bandung, 2001.

Abu Al-Hasan bin Ismail Al-Asy’aru,

Maqalat Al-Islamiah wa Ikhtilaf Al-Mushaliyyun, Istanbul, 1929.

Abu Malik Al-Juawina,

Luma Al-Adillah, ad-Dar Al-Mishriyah, Mesir, 1965.

Abdul Hye,

Ash’arism A History of Muslim Philosophy, Ed. M.M.Sharif, Otto Harras Sowitz, Wiebaden, 1963,

Abd Al-Qahir bin Thahir bin Muhamad Al-bagdadi,

Al-Faraq bain Al-Firaq, Mesir,t.t

Al-Syahrastani,

Kitab Nihayah al-Iqdam fi Ilm al-kalam, London, 1934

Ahmad bin Yahya al-Murtadho al-Zaidi al-Mu’tazili,

Al-Muniah al a'-mal, Khairuabad.

Ahmad Amin, Fajar Al-islam,

Maktabah Al-Nahdah, Kairo cet ke 10, 1965.

Aaro, L.E.

Adolescent lifestyle. Dalam A. Baum, S. Newman J. Weinman, R. West and C. McManus (Eds). Cambridge Handbook of Psychology, Health and Medicine (65-67). Cambridge University Press, Cambridge (1997).

Al-Syahrastani, Muhammad Ibn ‘Abd al-Krim, Muhammad Ibn Fath Allah al-Badran (Ed),

Kitab al-Milal wa al-nihal, Kairo, 1951.

Beyth-Marom, R., Austin, L., Fischhoff, B., Palmgren, C., & Jacobs-Quadrel, M.

Perceived consequences of risky behaviors: Adults and adolescents. Journal of Developmental Psychology, 29(3),(1993).

C.A.Qadir,

Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, Yayasan Obor, Jakarta, 1991.

Conger, J.J.

Adolescence and youth (4th ed). New York: Harper Collins(1991).

Drs. H.A. Kahar Muzakar Hasbi,

Ilmu Kalam Ilmu Tauhid, (Hegar: Bandung, 2004)

Fagan, R. (2006). Counseling and Treating Adolescents with Alcohol and Other Substance Use Problems and their Family.

The Family Journal: Counseling therapy For Couples and Families. Vol.14. No.4.326-333. Sage Publication diakses melalui http://tfj.sagepub.com/cgi/reprint/14/4/326 pada 18 April 2008

Gunarsa, S.D.

Dasar dan teori perkembangan anak. Jakarta: BPK Gunung Mulia (1990).

Gunarsa, S. D.

Psikologi perkembangan: Anak dan Remaja. Jakarta: BPK. Gunung Mulia. (1989).

Hurlock, E.B.

Psikolgi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Terjemahan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo). Jakarta : Penerbit Erlangga. (1991).

Hurlock, E. B.

Developmental psychology: a lifespan approach. Boston: McGraw-Hill. (1990).

Harun Nasution,

Teologi Islam : Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI-PRESS, 1972.

H.Muhammad Ahmad,

Tauhid Ilmu Kalam,Pustaka Setia, Bandung, 1998.

Imam Abdul al-Qadir al Baghdadi,

al-Fiqr bain al-fiqr,kairo.

Kitab Usul al-Din, Istambul, 1918

M.M Sharif,

History of Muslim Philosophy. Wisbaden, Otto Barrasowits, 1963,

Monks, F.J., Knoers, A. M. P., Haditono, S. R.

Psikologi perkembangan : Pengantar dalam berbagai bagiannya (cetakan ke-7). Yogya: Gajah Mada University Press. (1991)

Papalia, D E., Olds, S. W., & Feldman, Ruth D.

Human development (8th ed.). Boston: McGraw-Hill (2001).

Prof Dr. Ramayulis,

Methodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2008)

Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama/IAIN, di Jakarta, Ditbinpertais,

Methodologi Pengajaran Agama Islam, 1981/1982

Rice, F.P.

The adolescent development, relationship & culture (6th ed.). Boston: Ally & Bacon (1990).

Richard j. McCarthy S.J,

Kitab Al-Luma, Beyrouth:Imprimerie Catholique, 1952.

Ruslan Latief,

Cara Belajar Sswa Aktif (CBSA) (Fakultas Tarbiyah lAIN Imam Bonjol, Padang, 1985)

Santrock, J.W.

Adolescence (8th ed.). North America: McGraw-Hill. (2001)

W. Montgomery Watt,

Islam Philosopy and Theologi. Edinburgh University Press, Edinburgh, 1985.

Yurmaini Maimudin dkk,

Methode diskusi, Jakarta: Proyek p3g depdikbud, 1980)

http://tarbiyatulmujahidin.comze.com/html/AQIDAH%20AKHLAQ.htm

http://education-mantap.blogspot.com/2009/11/komponen-penyusunan-rpp.html

http://techonly13.wordpress.com/2009/07/03/landasan-dan-pengertian-rpp/


[1] Hurlock, E.B. (1991). Psikolgi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Terjemahan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo). Jakarta : Penerbit Erlangga.

[2] Monks, F.J., Knoers, A. M. P., Haditono, S. R. (1991) Psikologi perkembangan : Pengantar dalam berbagai bagiannya (cetakan ke-7). Yogya: Gajah Mada University Press.

[3] Santrock, J.W. (2001). Adolescence (8th ed.). North America: McGraw-Hill.

[4] Rice, F.P. (1990). The adolescent development, relationship & culture (6th ed.). Boston: Ally & Bacon

[5] Papalia, D E., Olds, S. W., & Feldman, Ruth D. (2001). Human development (8th ed.). Boston: McGraw-Hill

[6] Ibid

[7] Aaro, L.E. (1997). Adolescent lifestyle. Dalam A. Baum, S. Newman J. Weinman, R. West and C. McManus (Eds). Cambridge Handbook of Psychology, Health and Medicine (65-67). Cambridge University Press, Cambridge

[8] Hurlock, E. B. (1990). Developmental psychology: a lifespan approach. Boston: McGraw-Hill.

[9] Papalia, D E., Olds, S. W., & Feldman, Ruth D. (2001). Human development (8th ed.). Boston: McGraw-Hill

[10] Hurlock, E. B. (1990). Developmental psychology: a lifespan approach. Boston: McGraw-Hill

[11] Ibid

[12] Papalia, D E., Olds, S. W., & Feldman, Ruth D. (2001). Human development (8th ed.). Boston: McGraw-Hill

[13] Ibid

[14] Ibid

[15] Santrock, J.W. (2001). Adolescence (8th ed.). North America: McGraw-Hill.

[16] Santrock, J.W. (2001). Adolescence (8th ed.). North America: McGraw-Hill.

[17] Ibid

[18] Beyth-Marom, R., Austin, L., Fischhoff, B., Palmgren, C., & Jacobs-Quadrel, M. (1993). Perceived consequences of risky behaviors: Adults and adolescents. Journal of Developmental Psychology, 29(3), 549-563

[19] Beyth-Marom, R., Austin, L., Fischhoff, B., Palmgren, C., & Jacobs-Quadrel, M. (1993). Perceived consequences of risky behaviors: Adults and adolescents. Journal of Developmental Psychology, 29(3), 549-563

[20] Ibid

[21] Papalia, D E., Olds, S. W., & Feldman, Ruth D. (2001). Human development (8th ed.). Boston: McGraw-Hill

[22] Conger, J.J. (1991). Adolescence and youth (4th ed). New York: Harper Collins

[23] Ibid

[24] Ibid

[25] Gunarsa, S.D. (1990). Dasar dan teori perkembangan anak. Jakarta: BPK Gunung Mulia

[26] Papalia, D E., Olds, S. W., & Feldman, Ruth D. (2001). Human development (8th ed.). Boston: McGraw-Hill

[27] Santrok, J. W. (2003). Adolescence (Perkembangan Remaja). Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga.

[28] Gunarsa, S. D. (1989). Psikologi perkembangan: Anak dan Remaja. Jakarta: BPK. Gunung Mulia.

[29] Fagan, R. (2006). Counseling and Treating Adolescents with Alcohol and Other Substance Use Problems and their Family. The Family Journal: Counseling therapy For Couples and Families. Vol.14. No.4.326-333. Sage Publication diakses melalui http://tfj.sagepub.com/cgi/reprint/14/4/326 pada 18 April 2008

[30] http://techonly13.wordpress.com/2009/07/03/landasan-dan-pengertian-rpp/

[31] Ibid

[32] http://education-mantap.blogspot.com/2009/11/komponen-penyusunan-rpp.html

[33] Perkuliahan Model Of Teacing yang d sampaikan Ds. Asep Nursobah

[34] Drs. H.A. Kahar Muzakar Hasbi, Ilmu Kalam Ilmu Tauhid, (Hegar: Bandung, 2004) Hlm. 27

[35] Ibid. hlm 28

[36] Ahmad Amin, Fajar Al-islam, Maktabah Al-Nahdah, Kairo cet ke 10, 1965, hal 290

[37] Imam Abdul al-Qadir al Baghdadi, al-Fiqr bain al-fiqr,kairo,hal 20-21

[38]Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI-PRESS, 1972. hal. 39.

[39] Ahmad bin Yahya al-Murtadho al-Zaidi al-Mu’tazili, Al-Muniah al a'-mal, Khairuabad. hal 2-3.

[40] M.M Sharif, History of Muslim Philosophy. Wisbaden, Otto Barrasowits, 1963, hal. 101

[41] lbid

[42] Harun Nasution. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, UI Press. Jakarta, 1979, hal. 30.

[43] H.Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam,Pustaka Setia, Bandung, 1998. hlm 179

[44] Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI-PRESS, 2002. hlm 66

[45] Alasan-alasan yang biasa dikemukakan tidak memuaskan, baik bagi pengarangpengarang Islam maupun pengarang-pengarang Barat. Bagi Ahmad Amin, uraian yang diberikan tidak meyakinkan (Zuhr al-Islam IV/65). Ahmad Mahmud Subhi mencatat bahwa alasan-alasan yang ada, dimajukan oleh pengikut-pengikut al-Asy’ari dan oleh karena itu orang hams berhati-hati dalam menenmanya (Fi ‘Jim al-Kalarn, 91). ‘Au Mustafa al-Ghurabi berpendapat: Keadaan al-Asy’ari 40 tahun menjadi penganut Mu’tazilah membuat kita tidak mudah percaya bahwa al-Asy’ari meninggalkan paham Mu’tazilah hanya karena dalam perdebatan, al-Jubba’i tak dapat memberikanjawaban-jawaban yang memuaskan (Tarikh ai-Firaq, 223)

[46] Ahmad Amin, Dhuha Al-Islam, Dar Al-Misriyah, Kairo, 1946. hlm 92

[47] W. Montgomery Watt, Islam Philosopy and Theologi. Edinburgh University Press, Edinburgh, 1985, hlm 58

[48] Abdul Rozak dan Rosihoh Anwar, Ikmu Kalam,. Pustaka Setia, Bandung, 2001. hlm :121

[49] C.A.Qadir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, Yayasan Obor, Jakarta, 1991. hlm 67-68

[50] Richard j. McCarthy S.J, Kitab Al-Luma, Beyrouth:Imprimerie Catholique, 1952. Hlm 30-31

[51] C.A.Qadir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, Yayasan Obor, Jakarta, 1991. hlm 68

[52] Abu Al-Hasan bin Ismail Al-Asy’aru, Maqalat Al-Islamiah wa Ikhtilaf Al-Mushaliyyun, Istanbul, 1929. hlm 291

[53] Harun Nasution, Teologi Islam, UI-PRESS, 2002. hlm 116

[54] Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI-PRESS, 2002. hlm 72

[55] Al-Syahrastani, Muhammad Ibn ‘Abd al-Krim, Muhammad Ibn Fath Allah al-Badran (Ed), Kitab al-Milal wa al-nihal, Kairo, 1951. Hlm : 97-98

[56] C.A.Qadir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, Yayasan Obor, Jakarta, 1991. hlm 70

[57] ibid

[58] Abdul Rozak dan Rosihoh Anwar, Ikmu Kalam,. Pustaka Setia, Bandung, 2001. hlm : 122-123

[59] Abu Malik Al-Juawina, Luma Al-Adillah, ad-Dar Al-Mishriyah, Mesir, 1965. hlm 101

[60] Abu Al-Hasan bin Ismail Al-Asy’aru, Maqalat Al-Islamiah wa Ikhtilaf Al-Mushaliyyun, Istanbul, 1929. hlm 9; Harun Nasution, Teologi Islam, UI-PRESS, 2002. hlm 69

[61] Abdul Hye, Ash’arism A History of Muslim Philosophy, Ed. M.M.Sharif, Otto Harras Sowitz, Wiebaden, 1963, hlm 234-235

[62] Al-Qiyamah, (75)- 22,23: Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri, Kepada Tuhannyalah mereka Melihat.

[63] Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI-PRESS, 2002. hlm 140

[64] Al-‘Araf, (7)-143: Dan tatkalam Musa datang untuk (munajat dengan kami) pada waktu yang Telah kami tentukan dan Tuhan Telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar Aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi Lihatlah ke bukit itu, Maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakalam) niscaya kamu dapat melihat-Ku". tatkalam Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu[565], dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, Aku bertaubat kepada Engkau dan Aku orang yang pertama-tama beriman".

[65] Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI-PRESS, 2002. hlm 141

[66] Rozak dan Rosihoh Anwar, Ikmu Kalam,. Pustaka Setia, Bandung, 2001. hlm : 123-124

[67] Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI-PRESS, 2002. hlm 71

[68] Abd Al-Qahir bin Thahir bin Muhamad Al-bagdadi, Al-Faraq bain Al-Firaq, Mesir,t.t, hlm 351

[69] Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI-PRESS, 2002. hlm 71

[70] Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI-PRESS, 2002. hlm 81

[71] Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI-PRESS, 2002. hlm 81-82

[72] Al-Syahrastani, Kitab Nihayah al-Iqdam fi Ilm al-kalam, London, 1934. hlm 371

[73] Al-Syahrastani, Muhammad Ibn ‘Abd al-Krim, Muhammad Ibn Fath Allah al-Badran (Ed), Kitab al-Milal wa al-nihal, Kairo, 1951. Hlm : 45

[74] Ibid,Umpamanya, hlm 70 dan 101. bahwa yang dimaksud dengan al-tahsin dan al-taqbih ialah kewajiban mengerjakan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan jahat, diberikan al-Bazdawi dalam Usul al-Din, hlm 92.

[75] Al-Syahrastani, Muhammad Ibn ‘Abd al-Krim, Muhammad Ibn Fath Allah al-Badran (Ed), Kitab al-Milal wa al-nihal, Kairo, 1951. Hlm : 42

[76] Al-Syahrastani, Muhammad Ibn ‘Abd al-Krim, Muhammad Ibn Fath Allah al-Badran (Ed), Kitab al-Milal wa al-nihal, Kairo, 1951. Hlm : 45

[77] Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI-PRESS, 2002. hlm 82-83

[78] Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI-PRESS, 2002. hlm 88

[79] Al-Syahrastani, Muhammad Ibn ‘Abd al-Krim, Muhammad Ibn Fath Allah al-Badran (Ed), Kitab al-Milal wa al-nihal, Kairo, 1951. Hlm : 101

[80] Al-Syahrastani, Muhammad Ibn ‘Abd al-Krim, Muhammad Ibn Fath Allah al-Badran (Ed), Kitab al-Milal wa al-nihal, Kairo, 1951. Hlm : 42

[81] Kitab Usul al-Din, Istambul, 1918, hlm 24

[82] Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI-PRESS, 2002. hlm 84

[83] Ibid

[84] Ruslan Latief, Cara Belajar Sswa Aktif (CBSA) (Fakultas Tarbiyah lAIN Imam Bonjol, Padang, 1985), h. 16.

[85] Prof Dr. Ramayulis, Methodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2008) hlm 269

[86] Ibid . hlm 271-272

[87] Ibid. Hlm 273

[88] Prof Dr. Ramayulis, Methodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2008) hlm 275

[89] Ibid, Hlm 280

[90] Ibid

[91] Yurmaini Maimudin dkk, Methode diskusi, Jakarta: Proyek p3g depdikbud, 1980) hlm 47

[92]Prof Dr. Ramayulis, Methodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2008) hlm 289-290

[93] Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama/IAIN, di Jakarta, Ditbinpertais, Methodologi Pengajaran Agama Islam, 1981/1982, hlm. 123-124

0 komentar: