Jangan Lupa FOLLOW Blog ini Ya.....

AKIDAH

Inilah yang merupakan pengertian pokok dalam keimanan, yakni akidah yang untuk menyiarkannya, Allah Taala menurunkan kitab-kitab suci-Nya, mengutus semua rasul-Nya dan dijadikan sebagai wasiat-Nya baik untuk golongan awalin (orang-orang dahulu) dan golongan akhirin (orang-orang belakangan). Itulah akidah yang merupakan kesatuan yang tidak akan berubah-ubah karena pergantian zaman atau tempat tidak pula berganti-ganti karena perbedaan golongan atau masyarakat.
Allah Taala berfirman, “Allah telah mensyariatkan agama untukmu semua yaitu yang diwasiatkan kepada Nuh yang Kami wahyukan padamu, juga yang Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, hendaklah kamu semua menegakkan agama itu dan
jangan berselisih di dalam melaksanakannya.” (Q.S. Asy-Syura:13)
Dari ayat di atas jelas, bahwa agama yang disyariatkan oleh Allah Taala kepada kita adalah sebagaimana yang pernah diwasiatkan kepada rasul-rasul-Nya yang dahulu, yakni agama yang merupakan pokok-pokok akidah dan tiang-tiang atau rukun-rukun keimanan. Jadi bukan cabang-cabang agama atau syariat-syariatnya berupa amalan. Sebabnya ialah karena setiap umat tentu memiliki syariat-syariat amaliah yang sesuai dengan keadaan mereka sendiri, hal-ihwal serta jalan pikiran serta kerokhanian mereka pula. Hal ini terang disebutkan dalam firman Allah Taala, “Untuk masing-masing dari kamu semua itu Kami buatkan aluran dan jalan (yang harus ditempuhnya).” (Q.S. Al-Maidah:48)
Akidah sebagaimana diuraikan di muka oleh Allah Taala dijadikan umum dan merata untuk seluruh umat manusia kekal sepanjang masa, sebab pengaruh kemanfaatan dan keperluannya telah nyata, baik dalam kehidupan perorangan atau pun perkembangan masyarakat ramai. Marilah kita kupas secara terperinci.
Pertama, makrifat kepada Allah Taala yang akan memancarkan berbagai perasaan yang baik dan dasar semangat untuk menuju ke arah perbaikan. Makrifat ini dapat pula mendidik hati untuk senantiasa menyelidiki dan meneliti mana yang salah dan tercela, malah dapat menumbuhkan kemauan untuk mencari keluhuran, kemuliaan dan ketinggian budi dan akhlak dan sebaliknya juga menyuruh seseorang supaya menghindarkan dirinya dari amal perbuatan yang hina, rendah dan tidak berharga sedikit pun.
Kedua, makrifat kepada malaikat. Hal ini dapat mengajak hati seseorang untuk mencontoh dan meniru perilaku mereka yang serba baik dan terpuji itu, juga dapat tolong-menolong dengan mereka untuk mencapai yang hak dan luhur. Selain itu mengajak pula untuk memperoleh penjagaan yang sempurna sehingga tidak satu pun perbuatan yang timbul dari seseorang, melainkan yang baik-baik dan segala tindakannya pun tidak akan ditujukan melainkan untuk maksud yang mulia belaka.
Ketiga, makrifat kepada kitab-kitab suci. Ini adalah suatu makrifat yang memberikan arah untuk menempuh jalan yang lurus bijaksana dan diridai oleh Tuhan yang tentunya sudah digariskan oleh Allah Taala agar seluruh umat manusia menaatinya, karena hanya dengan melalui jalan inilah seseorang dapat sampai ke arah kesempurnaan yang hakiki, baik dalam segi kebendaan (materi atau segi kerohanian dan akhlak (adabi).
Keempat, makrifat kepada rasul-rasul. Dengan makrifat ini dimaksudkan agar seseorang mengikuti jejak langkahnya, memperhias diri dengan meniru akhlak para rasul itu. Selain itu juga bersabar dan tabah hati dalam mencontoh perilaku mereka itu sebab sudah jelas tingkah laku para rasul itu mencerminkan suatu teladan yang tinggi nilainya dan yang bermutu baik, bahkan itulah yang merupakan kehidupan yang suci dan bersih yang dikehendaki oleh Allah Taala agar dimiliki oleh seluruh umat manusia.
Kelima, makrifat kepada hari akhir. Ini menjadi motivasi yang terkuat untuk mengajak manusia berbuat kebaikan dan meninggalkan keburukan.
Keenam, makrifat kepada takdir. Ini dapat memberikan bekal kekuatan dan kesanggupan kepada seseorang untuk mengatasi segala macam rintangan, siksaan, kesengsaraan dan kesukaran. Sementara segala penghalang dan cobaan akan dianggap kecil saja, bagaimanapun dahsyat dan hebatnya. Hal-hal sebagaimana di atas, tampak dengan jelas bahwa akidah mempunyai tujuan utamanya memberi didikan yang baik dalam menempuh jalan kehidupan, menyucikan jiwa lalu mengarahkannya ke jurusan yang tertentu untuk mencapai puncak dari sifat-sifat yang tinggi dan luhur dan lebih utama lagi supaya diusahakan agar sampai tingkatan makrifat yang tertinggi.
Menempuh jalan yang dilandasi oleh didikan yang murni dan utama yang dilakukan oleh seseorang dengan melalui penanaman akidah keagamaan adalah suatu saluran yang terbaik yang paling tepat dalam memperoleh cita-cita pendidikan. Karena agama, nyata-nyata mempunyai suatu kekuasaan yang tertinggi dalam hati jiwa serta memberikan kesan yang mendalam pada perasaan, bahkan rasanya tidak ada
kekuasaan atau pengaruh serta kesan yang dapat ditimbulkan oleh hal-hal lain melebihi agama itu sendiri, baik yang sudah dicoba oleh para cendekiawan, para cerdik pandai atau pun para sarjana pendidikan. Jadi, penanaman akidah atau kepercayaan di dalam hati dan jiwa adalah jalan yang paling tepat yang wajib dilalui untuk menimbulkan unsur-unsur kebaikan yang dengan bersendikan itu akan tercipta kesempurnaan kehidupan bahkan akan memberikan saham yang paling banyak untuk membekali jiwa seseorang dengan sesuatu yang lebih bermanfaat dan lebih sesuai dengan petunjuk Tuhan.
Bentuk pendidikan yang semacam inilah yang diharapkan akan menghiasi kehidupan dengan baju keindahan, kerapihan, kesempurnaan serta menaunginya dengan naungan kecintaan dan kesejahteraan. Manakala kecintaan sudah terpatri dalam kalbu dan mampu menimbulkan tindakan, maka pasti permusuhan akan lenyap, pertengkaran akan sirna, kesepakatan akan diperoleh sebagai ganti percekcokan dan persahabatan akan muncul sebagai ganti permusuhan. Dengan demikian seluruh manusia akan saling dekat-mendekati, hubung-menghubungi dan muncullah kerukunan, persatuan serta ikatan yang seerat-eratnya. Setiap orang akan berusaha untuk memberikan sumbangan sebanyak-banyaknya guna kebaikan umat dan masyarakat dan sebaliknya umat dan masyarakat itu pun berusaha keras untuk memberikan kebahagiaan kepada setiap perorangan serta menyumbangkan tenaganya untuk kebaikan siapa pun.
Dari segi ini tampak betapa besar hikmah mengapa keimanan dijadikan umum dan kekal tidak berbeda antara keimanan yang diajarkan oleh Tuhan di zaman dahulu dan di zaman sekarang bahkan di masa dan di tempat mana pun, semua sama dan satu
macam. Tidak suatu generasi atau umat pun yang dibiarkan kosong oleh Allah Taala tanpa mengutus rasul kepada mereka untuk mengajak kepada keimanan serta menancapkan akar akidah dalam hati mereka.
Sebagian besar dakwah untuk pembaharuan akidah itu diberikan oleh Allah Taala setelah hati umat manusia rusak dan kepercayaan yang mereka miliki telah keliru serta runtuhnya semua akhlak dan perikemanusiaan. Di saat itu kebutuhan manusia kepada suatu kekuasaan yang ampuh yang dapat mengembalikan mereka kepada fitrah asli mereka yang benar dan sejahtera akan terasa dan tampak. Bimbingan semacam itu mutlak diperlukan oleh umat, agar secara langsung manusia dapat meneruskan pembangunan dan pemakmuran bumi dan agar mampu memikul amanat kehidupan di alam semesta ini. Akidah ini merupakan ruh bagi setiap orang; dengan berpegang teguh padanya, ia akan hidup dalam keadaan yang baik dan menggembirakan, sebaliknya meninggalkannya akan mematikan semangat kerohanian manusia. Ia adalah bagaikan cahaya yang apabila seseorang buta daripadanya, maka pastilah ia akan tersesat dalam liku-liku kehidupannya, malah tidak mustahil ia akan terjerumus ke dalam lembah kesesatan yang amat dalam sekali.
Dalam hal ini Allah Taala berfirman, “Adakah orang yang sudah mati, kemudian Kami (Allah) hidupkan dan Kami berikan padanya cahaya yang terang yang dengannya itu ia dapat berjalan di tengah-tengah manusia, sama dengan orang yang dalam keadaan gelap gulita yang ia tidak dapat keluar dari situ?” (Q.S. Al-An`am:122)
Akidah adalah sumber dari rasa kasih sayang yang terpuji, ia tempat tertanamnya perasaan-perasaan yang indah dan luhur, juga tempat tumbuhnya akhlak yang mulia dan utama. Sebenarnya tidak suatu keutamaan pun, melainkan pasti timbul dari situ dan tidak suatu kebaikan pun melainkan pasti bersumber daripadanya. Alquran di waktu membicarakan perihal kebaikan, selalu menyebutkan bahwa akidah itulah yang menjadi perintis atau motivasi amal-amal perbuatan yang
saleh. Jadi akidah diumpamakan bagaikan pokok yang memunculkan beberapa cabang atau bagaikan fundamen yang di atasnya didirikan bangunan.
Allah swt. berfirman, “Bukanlah kebaikan, jika kamu semua menghadapkan mukamu ke arah timur atau barat, tetapi yang disebut kebaikan itu ialah kebaikan seseorang yang beriman kepada Allah, hari akhir (hari kiamat), malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, memberikan harta yang dicintainya itu kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang yang terlantar dalam perjalanan, orang minta-minta, orang-orang yang berusaha melepaskan perbudakan, mendirikan
salat, menunaikan zakat, memenuhi janji apabila berjanji, sabar dalam kesengsaraan dan kemelaratan dan juga di waktu peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar dan merekalah orang-orang yang bertakwa kepada Allah.” (Q.S.
Al-Baqarah:177)

B. SYARI’AT

C. AKHLAK

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan. Kata akhlak walaupun terambil dari bahasa Arab (yang biasa berartikan tabiat, perangai kebiasaan, bahkan agama), namun kata seperti itu tidak ditemukan dalam Al-Quran. Yang ditemukan hanyalah bentuk tunggal kata tersebut yaitu khuluq yang tercantum dalam Al-Quran surat Al-Qalam ayat 4. Ayat tersebut dinilai sebagai konsiderans pengangkatan Nabi Muhammad Saw. sebagai Rasul,
Bertitik tolak dari pengertian bahasa di atas, yakni akhlak sebagai kelakuan, kita selanjutnya dapat berkata bahwa akhlak atau kelakuan manusia sangat beragam, dan bahwa firman Allah berikut ini dapat menjadi salah satu argumen keaneka-ragaman tersebut.
‘Sesungguhnya usaha kamu (hai manusia) pasti amat beragam’ (QS Al-Lail [92]: 4).
Keanekaragaman tersebut dapat ditinjau dari berbagai sudut, antara lain nilai kelakuan yang berkaitan dengan baik dan buruk, serta dari objeknya, yakni kepada siapa kelakuan itu ditujukan.

0 komentar: